II.1. PENGERTIAN
Apendisitis
adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10-30 tahun (Kapita Selekta 2000)
Appendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera,
tinea colica, dan tinea omentum). Bentuk tabung panjang 7-10 cm,
diameter 0,7 cm. Memiliki beberapa jenis posisi yaitu:
1.Ileocecal
2.Antecaecal
3.Retrocaecal
4.Hepatica
5.Pelvica
Vaskularisasi dari appendiks: a. Appendicularis, cabang dari a.
Iliocaecalis, cabang dari A. Mesentrika superior. Inervasinya simpatis
berasal dari N. Thoracalis 10 sedangkan parasimpatis : N. Vagus (C.10)
Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra
Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS sinistra
Garis
Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari
pertengahan SIAS dekstra dengan simfisis. (Schwartz 2000)
II.2. ETIOLOGI
Penyumbatan
lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit,
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,cacing usus atau
neoplasma. penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolityca. (Schwartz
2000)
Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah
bening 35% disebabkan karena fekalith 4% oleh benda asing (termasuk
cacing) dan 1% oleh striktur lumen yang bisa disebabkan karsinoma
(Aksara Medisina 1997)
II.3. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya
appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. (De Jong 2005)
Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. (Kapita Selekta 2000)
Setelah mukosa terkena
kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum
parietale maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah
(titik Mc Burney). Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang
menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara Medisina 1997)
Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. (Kapita Selekta 2000)
Bila semua proses di
atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan
mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate apendiks dan disebut proses
walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. (Aksara Medisina 1997)
Pada orangtua kemungkinan
terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan
telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. (Kapita Selekta 2000)
Appendicitis komplet (10)
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
1.Sembuh
2.Kronik
3.Perforasi
4.Infiltrat
II.4. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis appendicitis akut
1.Tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi..
2.Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
3.Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung
nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
nyeri kanan bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan batauk atau mengedan.
(De Jong 2005)
Gejala
apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak biasanya tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak
menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis
baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan,
apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut
yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan,
keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang
perlu diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperu kanan
bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (De Jong 2005)
II.5. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- tidak ditemukan gambaran spesifik.
- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
- tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
3. Perkusi
- terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonotos pekak hati ini hilang karena bocoran usus maka udara bocor)
4. Auskultasi
- sering normal
- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut
- bising usus tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
6. Uji Psoas
Dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat
apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
8. Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium
Alvarado Score:
Appendicitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
(De Jong 2005)
B. Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
b.
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri
di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
(www.medicastore.com 2003)
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
- Appendicogram hasil positif bila : non filling partial filling mouse tail cut off. (Aksara Medisina 1997)
b. . USG
Bila
hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya. (www.jama.com 2001)
c.Barium enema
Yaitu
suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada
appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan
efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan
lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis. (Schwartz 2000)
d. CT-Scan
Dapat
menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu
suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik
ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
(www.medicastore.com 2006)
II.6. DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis akut
Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada
kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit akan
meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi
nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan
gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu
observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
2. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas.
3. Adenitis Mesenterium
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik
dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya
didahului infeksi saluran nafas. Lokasi neri diperut kanan bawah tidak
konstan dan menetap. (De Jong 2005)
II.7. PENATALAKSAAN
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam
8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta
pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic.
Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi
biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
2. Operasi
1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii
Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh
jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
(www.kedokteranpacificinternet.com 1999)
II.8. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat
dan fokal sepsis intraabdominal lain. (www.medicastore.com 2006)
II.9. PROGNOSIS
Mortalitas
adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada
orangtua. Kematian biasanya berasal dari sepsis emboli paru atau
aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan
antibiotic yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan rupture
dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka membutuhkan
pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya
robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis
setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis
suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong.
Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan
adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi
mekanis dan hernia.(Schwartz 2000)
Dengan diagnosis yang akurat
serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila
apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya
tidak ada. (De Jong 2005)
Jong, W.D., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Mansjoer, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua, Media Aesculapius, FK UI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
(analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin,
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan
diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada
bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia
caecum bertemu pada basis appendiks. 8,9
Apendiks vermiformis
disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi
a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm
dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi
kecil. 3,10
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan
yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal
dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari
bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.
Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer).
Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga
taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.3
Appendiks
pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2
Pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada
usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan
itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis
X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene. 7
Gambar 1 : Anatomi Apendiks11
Gambar 2 : Letak appendiks terhadap organ lain diabdomen (kiri), Perbesaran apendiks (tengah), Penampang apendiks (kanan) 12
2.2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.7
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated
Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
diseluruh tubuh.7
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada
apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama
pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur.
Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. 2
2.3. Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya
sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks
terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien
berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus
proses radang.13
2.4 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab
utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi
apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa
barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus
termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi
obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
gangrenous dengan rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat
menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah
terjadinya apendisits akut.7
2.5. Patofisiologi
Appendisitis
biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1
Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut
pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.
Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar
0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang
yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2
Tekanan di dalam sekum
akan meningkat (3) karena sembelit (1) jika katup ileosekal kompeten
(2). Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di
kolon (4) mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di
mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil di
selaput lendir oleh E.histolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi
apendiks (7). Evakuasi ini terhambat oleh stenosis (8) atau penyumbatan
lumen atau gangguan motilitas oleh pita, adesi (9) dan faktor lain yang
mengurangi gerakan bebas apendiks.
Perkembangan dari apendisitis
mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua lapisan dinding
apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal
apendiks (10).
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan
apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi
mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh
darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang.1
Infiltrat apendikularis
merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika
tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut
tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis
pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan
juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi
dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini
belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3
Apendiks yang
pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 7
2.6. Manifestasi klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik
apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang
tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa
jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1
Apendisitis
akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan
itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit
perut bila berjalan atau batuk.7
Bila letak apendiks retrosekal di
luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri
perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal. 7
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang,
dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih
cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan
dindingnya. 7
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit
didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi
komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
7
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar
saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo
penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7
Pada kehamilan,
keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang
perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7
Gambar 5 : Gambaran klinik apendisitis akut
tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan
2.7. Pemeriksaan
2.7.1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses
apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.7
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri. 7
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada
omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka
selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa
yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche)
sebagai massa yang hangat.3
Peristalsis usus sering normal,
peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada apendisitis pelvika. 7
Pada apendisitis pelvika tanda
perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks
yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 7
Dasar
anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak
dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 14
Tes
Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang),
menghasilkan rotasi femur kedalam. 14
Dasar
Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 14
2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.13
Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen
dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan.
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan
air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar
fekalit.13
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat
keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau
wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks
lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14
Pada
CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain
dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih
dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada
periapendik.
Gambar 11:
CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit(tanda panah). 14
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk
apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi
karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3
2.8. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis
ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan
dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna
intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis
intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium
terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang
sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis
tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat
disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri
tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang
teraba massa. 3
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
a.keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b.pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;
c.laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
a.keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
b.pemeriksaan
lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
c.laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13
2.9. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan
bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera
dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat
mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami
peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah
sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 15
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga
membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang
dapat mudah didrainase.15
Massa apendiks terjadi bila terjadi
apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh
omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang
pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh
rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain
itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu
dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular
hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan
terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Massa apendiks dengan proses radang
yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah
pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan
sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13
Pada
periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak,
lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya. 7
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular
infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.
Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1.Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2.Diet lunak bubur saring
3.Antibiotika
parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari
massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka
dan didrainase.3
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut
sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron).
Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil,
lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila
apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika
dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase
dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping
perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari
100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit
sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai
minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari
penderita di RT. 3
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1.Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2.Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
a.Bila LED telah menurun kurang dari 40
b.Tidak didapatkan leukositosis
c.Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.3
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus.7
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses
lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya
suatu perforasi adalah :
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1.Pelvic Abscess
2.Subphrenic absess
3.Intra peritoneal abses lokal.3
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.12
DAFTAR PUSTAKA
1.Mansjoer,A.,
dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2.Schwartz,
Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication.