Jumat, 26 September 2014

Leukemia

Leukemia atau kanker darah merupakan penyakit yang sering dipakai untuk menguras air mata penonton. Jadi, istilah kanker darah sudah tidak asing lagi di telinga anda. Tapi tahukah anda apa dan bagaimana kanker darah itu?
Sebelum kita bicarakan lebih jauh tentang leukemia, ada baiknya kita mengenal dulu sumsum tulang sebab penyakit leukemia awalnya bersumber dari sana.
Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ada pada setiap tulang. Di sumsum tulang inilah sel darah dibuat. Sel darah yang pabriknya ada pada sumsum tulang yakni :
  • Sel darah putih, tugasnya melindungi tubuh dari infeksi.
  • Sel darah merah, tugasnya membawa oksigen ke seluruh organ tubuh.
  • Platelet atau trombosit, tugasnya membantu proses pembekuan darah.
Pada orang normal, semua fungsi ini berjalan sebagaimana mestinya, tetapi tidak pada penderita leukemia. Sumsum tulang memproduksi sel darah putih abnormal dalam jumlah besar. Sel sel ini kemudian dikenal dengan nama sel leukemia. Tidak seperti sel darah putih umumnya, sel leukemia tumbuh sangat cepat bahkan mereka mampu tumbuh tiada henti.
Celakanya, pertumbuhan luar biasa sel leukemia ini mampu mendesak sel sel darah yang normal. Sehingga munculah masalah kesehatan seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Sel leukemia juga menyebar ke kelenjar limfe dan organ lainnya menyebabkan pembengkakan dan rasa sakit.
Leukemia khan ada tipe tipenya, apa sih perbedaan pada masing masing tipe?
Ada bermacam tipe leukemia namun pada umumnya leukemia dibedakan berdasar seberapa cepat leukemia mampu membuat kondisi pasien lebih buruk dan jenis sel darah putih yang terlibat.
  • Akut dan khronis. Leukemia akut, perburukan terjadi sangat cepat dan pasien dapat merasakan keluhan saat itu juga sebaliknya leukemia khronis perburukan terjadi sangat lambat dan pasien tidak merasakan keluhan apapun dalam beberapa tahun.
  • Limpositik dan myelogenus. Leukemia limfositik atau limfoblastik melibatkan sel darah putih limfosit sementara leukemia myelogenus melibatkan sel darah putih myelosit.
Nah, dari penjelasan diatas, maka dibuatlah 4 macam tipe utama leukemia yaitu :
  •  Acute lymphoblastic leukemia atau ALL, leukemia yang banyak terjadi pada anak anak namun orang dewasa pun bisa menderitanya.
  • Acute myelogenous leukemia atau AML, leukemia yang dapat menyerang anak anak dan dewasa.
  • Chronic lymphocytic leukemia atau CLL, leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa, umumnya umur diatas 50 tahun. Anak anak jarang menderitanya.
  • Chronic myelogenous leukemia atau CML, leukemia yang umum terjadi pada orang dewasa.
Lalu timbul pertanyaan, apa sih penyebab leukemia itu?
Para ahli sampai saat ini belum dapat memastikan penyebab leukemia, tapi ada beberapa hal yang diduga sebagai faktor resiko terjadinya leukemia. Hal hal tersebut antara lain :
  • Terpapar radiasi dalam jumlah yang banyak.
  • Terpapar bahan kimia seperti benzena di tempat kerja.
  • Sedang menjalani kemoterapi kanker lain.
  • Menderita down syndrome atau masalah genetik lainnya.
  • Merokok.
Namun demikian, banyak juga orang yang memiliki faktor resiko diatas tetapi tidak menderita leukemia dan demikian pula sebaliknya.
Nah, sekarang gejala leukemia itu apa aja?
Gejala leukemia terggantung tipe leukemia yang diderita, tapi gejala yang umum terjadi antara lain :
  • Demam dan berkeringat di malam hari.
  • Sakit kepala.
  • Mudah memar dan berdarah.
  • Nyeri persendian dan tulang tulang.
  • Bengkak dan nyeri pada perut akibat pembesaran limfa.
  • Pembengkakan pada kelenjar limfe ketiak, leher dan lipatan paha.
  • Sering terkena infeksi.
  • Merasa lemas dan lesu.
  • Berat badan menurun demikian pula dengan nafsu makan.
Bagaimana leukemia didiagnosa?
Untuk mengetahui apakah anda menderita leukemia atau bukan, dokter akan :
  • Menanyakan tentang gejala yang anda rasakan termasuk riwayat terjadinya gejala tersebut.
  • Melakukan pemeriksaan fisik.
  • Melakukan pemeriksaan darah.
Jika pada pemeriksaan darah ditemukan ketidaknormalan maka akan dilanjutkan dengan biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan ini memungkinkan seorang dokter melihat sel sel yang ada di dalam sumsum tulang. Kunci utama informasi tentang leukemia ada disini termasuk moda pengobatan yang diperlukan.
Bagaimana sih caranya ngobatin leukemia?
Pengobatan leukemia terggantung banyak hal termasuk tipe leukemia yang anda derita, seberapa lama diderita dan umur serta kondisi kesehatan secara umum.
  • Pada leukemia akut, dilakukan pengobatan secara cepat untuk menghentikan pertumbuhan sel leukemia yang juga cepat. Pada beberapa kasus, leukemia dapat mengalami remisi. Beberapa dokter lebih memilih istilah remisi daripada sembuh karena ada kemungkinan kanker akan muncul kembali.
  • Pada leukemia limfositik khronis, pengobatan tidak akan dilakukan sampai gejala muncul. Tapi pada leukemia myelogenus khronis, pengobatan dapat dilakukan segera. Leukemia khronis jarang bisa disembuhkan, pengobatan hanya dilakukan untuk mengendalikan penyakit.

Neurobehavior

12 Sensory

PENGARUH BAHAN TOKSIK PADA SISTEM SARAF: PERHATIAN KHUSUS PADA PENGARUH PESTISIDA TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK

Kondisi iklim global yang makin tak menentu membuat semua
kalangan kalang kabut. Ekosistem yang berubah dengan cepat
memaksa orang berpikir ulang, apakah sebenarnya yang terjadi?
Pembalakan hutan, hunian baru di daerah resapan air, polusi udara
karena buangan gas karbon dioksida, limbah pabrik, rumah kaca serta
penggunaan AC meningkatkan temperatur di sekeliling kita. Benua
Antartika yang biasanya beku oleh es berangsur-angsur mencair.

Ikan dan terumbu karang di laut hancur akibat polusi limbah
yang dihasilkan pabrik. Petani banyak merugi karena perubahan cuaca
yang tak dapat diprediksi sebelumnya. Penyakit-penyakit baru muncul
akibat daya tahan tubuh menurun, virus flue burung, HIV, AIDS
meningkat jumlahnya, flue babi, serta infeksi-infeksi lainnya. Bencana
datang silih berganti mulai dari Tsunami, gunung meletus, tanah
longsor, banjir dimana-mana, serta yang lainnya.
Belum lagi Pestisida yang biasa digunakan untuk membasmi
penyakit tumbuhan serta pemakaiannya di lingkungan ternyata
meningkatkan jumlah anak hiperaktif, gangguan tumbuh kembang dan
efek negatif lainnya.

Hal-hal tersebut diatas membuat kita bertanya-tanya apakah
sebenarnya yang terjadi disekeliling kita?
Dari latar belakang masalah-masalah tersebut marilah kita
analisa mulai dari dalam rumah tinggal kita. Makin majunya zaman,
menuntut kita bekerja serba cepat. Ayah dan ibu yang bekerja,
kesulitan mendapat pembantu rumah tangga, harus mengerjakan
pekerjaan di rumah secara cepat. Tersajilah mie instan dengan MSGnya.
Pakaian yang dicuci dengan mesin cuci menggunakan bahan
kimia sebagai pembersihnya. Makin menjamurnya layanan laundry
yang sudah merambah ke desa, limbah detergen dibuang ke sungai
akan menimbulkan polusi. Pengguna air sungai dapat menderita gatalgatal,
radang kulit atau dermatitis. Ikan di dalamnya mati akibat bahan
kimia yang masuk ke sungai. Hal yang akan memperparah keadaan
adalah buangan limbah industri yang secara kuantitas lebih banyak
jumlahnya.

 Penggunaan AC serta kulkas di masing-masing rumah jelas akan
menyerap suhu lingkungan hingga meningkat akibat mesin pendingin
tersebut. Bahan kimiawi sebagai pengawet makanan, pewarna, lapisan
melamin untuk piring, mangkok, dan alat rumah tangga lainnya ikut
menambah beratnya polusi (Aribowo & Sudarmadji, 2007).
Pemberian melamin untuk meningkatkan kualitas susu bubuk di
China, ternyata berdampak negatip terhadap bayi. Gagal ginjal dan
kemungkinan meningkatnya kasus kanker merupakan salah satu efek
samping yang akan diderita bayi setelah meminumnya. Pralon yang
digunakan untuk lewat air minum pun mengandung Plumbum yang
ditengarai berefek negatif terhadap kesehatan.

Makanan dengan pewarna sintetis pakaian disalahgunakan untuk
pewarna makanan. Tak kurang hebatnya lagi disajikan di halaman
sekolah dengan warna mencolok yang sangat menarik bagi anak-anak
sekolah mulai dari Play Group sampai SLTA. Perhitungan bisnis
untuk meraup untung sebanyak-banyaknya menghalalkan bahan
pewarna pakaian untuk dicampurkan ke dalam makanan tanpa
mempertimbangkan bahaya di kemudian hari dengan timbulnya
kanker pada kandung kemih (Santoso, 1983).

Mono sodium glutamate (MSG) atau yang lebih dikenal sebagai
penyedap makanan ke depannya dapat membuat anak menjadi
hiperaktif dan agresif akibat pacuan MSG terhadap sel-sel otak anak.
MSG juga banyak dikandung di dalam mie instan yang hampir dapat
dipastikan setiap orang pernah mengkonsumsinya. Akibatnya antara
lain dapat meningkatkan prevalensi anak hiperaktif (Schettler, 2003).





Limbah industri sering kali belum dikelola dengan baik. Banyak
yang dibuang ke sungai, sehingga menimbulkan masalah. Lingkungan
dapat tercemar, mungkin tumbuh-tumbuhan banyak yang mati, hewan
piaraan sakit, air sumur terpajan, serta udara sekeliling kurang sehat.
Industri batu baterei juga dapat berimbas pada anak-anak dengan
gangguan tumbuh kembang, bahkan cenderung menjadi kretinisme.
Pengaruh terhadap orang tua dapat menjadi demensia, dermatitis serta
benjolan di kulit yang ternyata adalah tumor.

Pajanan Merkuri sebagai bahan pemrosesan emas dan perak
juga berimbas negatip. Peristiwa Newmont di Sulawesi Utara
merupakan salah satu bukti yang harus diwaspadai, walaupun
akhirnya dinyatakan tidak berbahaya. Kerusakan lingkungan yang
terjadi di Freeport, Papua pun tidak kalah menariknya untuk
direnungkan.
Global warming yang baru saja dibicarakan menunjukkan
banyaknya efek negatif yang ditimbulkan bukan saja dari beberapa
Negara, bahkan efeknya sudah mempengaruhi alam semesta. Kota
besar yang membutuhkan paru-paru untuk lingkungan sudah terkikis
oleh bangunan yang menjulang tinggi. Efek yang ditimbulkan
terhadap karyawan-karyawan yang bekerja disitu antara lain berupa
Influenza yang berkepanjangan memberikan tantangan tersendiri,
sebenarnya perubahan apa saja yang mempengaruhi kesehatan
seseorang?

Dengan segala pengaruh berdampak negatip terhadap
lingkungan bila dianalisa dari salah satu aspek pertanian, banyak
laporan masuk tentang efek samping yang ditimbulkan penggunaan
Insektisida karena kurang tepat pelaksanaannya. Dosis yang
seharusnya digunakan, penggunaan alat pelindung yang dianggap
mengganggu, cara mencampur Insektisida dengan jari tangan,
penyemprotan tanpa mempertimbangkan arah angin, merupakan
masalah yang ikut berperan untuk terjadinya keracunan (Sudarmadji,
1999).

Penelitian pendahuluan terhadap petani di Kecamatan Sinduadi,
Mlati, Sleman, Derah Istimewa Yogyakarta terhadap penyemprot
dengan Pestisida menimbulkan nyeri kepala, mata panas dan berair,
anggota gerak merasa kebas dan baal, serta terjadi penurunan aktivitas
Cholin esterase dalam serum darahnya (Sudarmadji, 1994). Penelitian
berikutnya terhadap petani penyemprot dengan Pestisida di
Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
mendapatkan hasil rekaman ENMG saraf tepi ke empat anggota gerak
mengalami perpanjangan latensi serta penurunan amplitudo saraf yang
mengurusi lengan dan kaki. Hal tersebut merupakan gejala awal
neuropati atau penurunan fungsi saraf tepi dalam kekuatan maupun
kepekaan terhadap rangsang di kulit, walaupun secara pribadi belum
dikeluhkan yang bersangkutan (Sudarmadji, 1995)



Pengganti DDT adalah golongan Organofosfat. Insektisida
direkomendasikan karena larut didalam air dan lemak. Waktu paruh
yang relatif singkat diharapkan cepat diekskresi keluar tubuh.
Penelitian yang dilakukan Sudarmadji (1996) mendapatkan gambaran
bahwa pola kebersihan, kebiasaan hidup bersih serta penggunaan alat
pelindung masih minim dipakai di Kecamatan Kokap dan. Girimulyo,
Kabupaten Kulon Progo serta Kecamatan Kemiri dan Pituruh
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sebagai daerah endemis Malaria.
Lokasi Kulon Progo dan Purworejo yang berhubungan langsung,
mobilitas penduduk yang cukup tinggi memperbesar risiko
terjangkitnya Malaria yang dibawa nyamuk

Lokasi pegunungan yang
berbukit-bukit, mata air yang dikelilingi tumbuhan rimbun sangat
nyaman untuk tempat bertelurnya nyamuk. Peran dalam
mempertahankan endemisitas Malaria di dua Kabupaten tersebut
sangat didukung oleh kondisi geografis.
Ketidaktahuan mengenai bahaya Pestisida merupakan penyebab
timbulnya efek samping yang tidak diharapkan. Sebelum melakukan
penyemprotan, setiap petugas sudah mendapatkan pengarahan untuk
pelaksanaan di lapangan. Cara mencampur Fenitrothion menggunakan
ujung jari tangan merupakan kondisi yang paling sering dijumpai pada
waktu melakukan evaluasi ke lapangan. Penggunaan alat pelindung
yang terdiri dari topi, kaca mata, apron, baju lengan panjang, masker,
sarung tangan, celana panjang serta sepatu boot jarang dipakai.

Alasannya cukup beragam, mulai dari rasa panas dan berkeringat saat
menggunakan topi, sarung tangan, apron dan sepatu boot, gelap bila
memakai kaca mata pelindung merupakan alasan kenapa alat-alat
pelindung tersebut tidak digunakan. Saat jam istirahat antara jam 12
sampai jam 1 siang tanpa mencuci tangan langsung makan atau
merokok. Pulang melakukan penyemprotan, baju dan celana panjang
tidak dilepas, sehingga bila kehujanan Fenitrothion yang melekat di
baju dan celana akan terserap masuk tubuh melalui kulit. Belum lagi
yang terhirup lewat udara serta masuk saat makan. Hal-hal tersebut
menambah jumlah Fenitrothion dalam tubuh. Status asetilasi lambat
dari masing-masing penyemprot akan menambah akumulasi
Fenitrothion.

Next .... ( Insya Allah)


Pesticide Free Ontario Canadian Association of Physician for the
environment Grade poll survey report Toronto ON Oracle Pub
2007. Avaible from www.flora.org./healthtyottawa/
pfo9620CAPE5620.
Rowley DL, Rab MA, Hardjotanoyo W, Liddle J, Burse VW, Saleem
M, Sokal D, Falk H & Head SL, 1987. Convulsions Caused by
Endrin Poisoning in Pakistan. Pediatrics, 79:928-34
Santoso B, 1983. Genetics and enviromental influences on
polymorphic drug acetylation Disertasi. Claremont Place, New
castle Upon tyne
Santoso U. 2009. Peranan Ahli Pangan dalam mendukung keamanan
dan kehalalan pangan. Pidato pengukuhan, UGM, Yogyakarta
Schettler T, 2003. Developmental Disabilities- Impairment of
Children”s Brain Development and Function: The Role of
Enviroment


Selasa, 02 September 2014

My old story

What is Thalassemia

Thalassemias (thal-a-SE-me-ahs) are inherited blood disorders. "Inherited" means that the disorder is passed from parents to children through genes.
Thalassemias cause the body to make fewer healthy red blood cells and less hemoglobin (HEE-muh-glow-bin) than normal. Hemoglobin is an iron-rich protein in red blood cells. It carries oxygen to all parts of the body. Hemoglobin also carries carbon dioxide (a waste gas) from the body to the lungs, where it's exhaled.
People who have thalassemias can have mild or severe anemia (uh-NEE-me-uh). Anemia is caused by a lower than normal number of red blood cells or not enough hemoglobin in the red blood cells.

Overview

Normal hemoglobin, also called hemoglobin A, has four protein chains—two alpha globin and two beta globin. The two major types of thalassemia, alpha and beta, are named after defects in these protein chains.
Four genes (two from each parent) are needed to make enough alpha globin protein chains. Alpha thalassemia trait occurs if one or two of the four genes are missing. If more than two genes are missing, moderate to severe anemia occurs.
The most severe form of alpha thalassemia is called alpha thalassemia major or hydrops fetalis. Babies who have this disorder usually die before or shortly after birth.
Two genes (one from each parent) are needed to make enough beta globin protein chains. Beta thalassemia occurs if one or both genes are altered.
The severity of beta thalassemia depends on how much one or both genes are affected. If both genes are affected, the result is moderate to severe anemia. The severe form of beta thalassemia is known as thalassemia major or Cooley's anemia.
Thalassemias affect males and females. The disorders occur most often among people of Italian, Greek, Middle Eastern, Southern Asian, and African descent. Severe forms usually are diagnosed in early childhood and are lifelong conditions.
Doctors diagnose thalassemias using blood tests. The disorders are treated with blood transfusions, medicines, and other procedures.

Outlook

Treatments for thalassemias have improved over the years. People who have moderate or severe thalassemias are now living longer and have better quality of life.
However, complications from thalassemias and their treatments are frequent. People who have moderate or severe thalassemias must closely follow their treatment plans. They need to take care of themselves to remain as healthy as possible.