Minggu, 29 November 2015

Ramuan tradisional untuk pasien dengan Maag

1. Ramuan Kunyit.
 Cara meramu : Siapkan 2 ruas kunyit, cuci bersih terlebih dahulu kemudian diparut lalu campurkan dengan air hangat disaring,gunakan takaran air sebanyak 200cc. Cara mengkonsumsi minum 2 x sehari ramuan tersebut pagi dan sore, InsyaAllah atas ijin Allah sakit maag dapat diobati tentu saja haruslah diiringi dengan pola makan yang benar.

2. Ramuan Biji pepaya dan Daun Papaya.
 Bahan : Biji pepaya secukupnya,2 lembar daun pepaya* biji pepaya jemur hingga kering kemudian tumbuk sampai halus. Cara meramu : Bersihkan semua bahan dan tumbuk hingga halus tambakan dengan air hangat, saring dan minum ketika suam2 kuku, diminum 1x sehari.

3. Bahan Singkong.
 Bahan : Singkong seperlunya, garam secukupnya dan panci untuk mengukus. Cara membuat : Kupas kulit singkong lalu cuci bersih, taburkan sedikit garam sebagai penyedap, lalu kukus hingga matang, hidangkan ketika sudah dingin, untuk pengobatan penyakit maag, sering-seringlah memakan rebusan singkong ini minimal 3x Sehari, Jangan makan singkong yang digoreng atau dibakar atau bentuk lain selain dikukus karena hasilnya akan lain, bahkan dapat memicu kronisnya penyakit maag.




Semoga Bermanfaat
 Ing Li 04
















Sabtu, 28 November 2015

My Friends in Class


https://fbcdn-sphotos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xtl1/v/t1.0-9/12003368_848189878609759_7287665613457356490_n.jpg?oh=faba4fae4dad4c3c4e27ca31d3f00e16&oe=56EAF17A&__gda__=1458980807_a5fb4dbe79e635e73acc5c9d40cf94a0
https://fbcdn-photos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xft1/v/t1.0-0/p180x540/11056628_848189805276433_7600674990960450783_n.jpg?oh=bc26d4beed3f8bdf033d2bc17fb47255&oe=56EED183&__gda__=1454117777_59709b2460829f4cdaf9cad37a56411dhttps://fbcdn-photos-f-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xtp1/v/t1.0-0/p206x206/12107918_856972917731455_626489033775947975_n.jpg?oh=bdf76240c405cd60815520ffff40cd4f&oe=56E9FBD8&__gda__=1457522737_17fb5b4a89831c562938ae6ba92f79d2https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xtp1/v/t1.0-9/12144815_860593577369389_3007544884655886516_n.jpg?oh=50397dc253320044535d5eacb4b79b35&oe=56D6AB4D          

Pembuatan obat Batuk alami


https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xft1/v/t1.0-9/s720x720/12009688_847330982028982_8003634925085881571_n.jpg?oh=715d3da8aa61a2260798a7aebe72d0fa&oe=56E1446E
https://fbcdn-photos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xfp1/v/t1.0-0/p206x206/12042705_847331022028978_584583386219191542_n.jpg?oh=44a27b9087190b1240627c8a90bf5ef9&oe=56E895F0&__gda__=1457423234_de705aa77af2ea71169732d982370950https://fbcdn-photos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xap1/v/t1.0-0/p180x540/12042852_847331182028962_5459897576296965229_n.jpg?oh=1a6bc4f4f19db4c37b54c7c63e32e843&oe=56EE6DBE&__gda__=1457105888_767846409165b80ddc2e279178db2500 

Pengobatan Tradisional Untuk Pasien Dengan Hipertensi

https://fbcdn-sphotos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xap1/v/t1.0-9/s720x720/12049516_853149404780473_4487020061387990385_n.jpg?oh=2c074ceb0f688600c80a838362bdbee7&oe=56E4CEDD&__gda__=1457272707_a8ee587b7693884c8db18e4d7224334c
https://fbcdn-sphotos-a-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpt1/v/t1.0-9/12063474_853149371447143_1001653903716558121_n.jpg?oh=560c4d0e8f234537a9e7e3699340ed8a&oe=56E5AB1F&__gda__=1458000411_70cd02ac807d896b45c4a64519213075
https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xap1/v/t1.0-9/12119095_861216733973740_2878509336015834845_n.jpg?oh=2822281bcdecc3f7fd462b708b98f333&oe=56DE5AA5
 https://fbcdn-photos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xtp1/v/t1.0-0/p180x540/11255009_861216637307083_6216328024732598953_n.jpg?oh=8fab4566be684943c16feeaa1e9c08ed&oe=56ADBB12&__gda__=1458225285_2e59e7f9db3caf698df40b5286920fde

Pembuatan obat Pada pasien dengan Asam Urat

https://fbcdn-photos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpf1/v/t1.0-0/p180x540/12234864_869481373147276_4716053211343232796_n.jpg?oh=6d84633d3323d1457d7dba0b85aa1dc0&oe=56F9C52F&__gda__=1458696082_8dba820054d535c7df61bb8cce6a5985
https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xap1/v/t1.0-9/12227791_869481496480597_9136236597178315498_n.jpg?oh=5465dd792477d409b9416783fe68ce20&oe=56EBB2F5&__gda__=1458891049_538c9e097e5935ca13b272311184fa9d 


https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xaf1/v/t1.0-9/11988739_869481236480623_32987931380345019_n.jpg?oh=6dba7141a5c5f60d13d58043e6063ad1&oe=56E5C2E5

Bahan-bahan pengobatan tradisional pada pasien dengan Osteoporosis

https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xfl1/v/t1.0-9/11988521_874769872618426_1972309483350094645_n.jpg?oh=c6fbbc39e2cf80af94dd177a4f7beb52&oe=56EB0E7E&__gda__=1457318780_80ae7ede44028cbaeb0b58b29fd6e7dc
Bahan- bahan :
Bawang putih tunggal 9 buah @ 1x minum 3 buah (pagi,siang,malam)
Temu lawak 1 ruas jari untuk 1 x minum
Jahe 1 ruas jari untuk diminum 1 hari 2 x
Serbuk kunyit 20gr diminum 1 x sehari
Daun pandang dan minyak asiri sehari 1x *malam
Method :
1.Bawang putih dicuci bersih kupas 3 buah, tumbuk halus bisa dikombinasikan dengan madu alami namun tidak untuk pasien dengan gula darah yang tinggi, langsung dikonsumsi tanpa harus diseduh dengan air, 1 hari 3 x dengan dosis, satu x minum sabnayak 3 buah bawang putih tunggal
2. Jahe ditumbuk halus seduh dengan air mendidih bisa dicampur dengan sedikit gula jawa sebagai penyedap, bisa disaring atau sesuai selera, konsumsi 1 hari 2x yakni pada pagi hari dan malam hari khususnya ketika cuaca dingin
3. Serbuk kunyit diseduh dengan air panas sebanyak 200cc tanpa gula, konsumsi ketika suam-suam kuku dosis 1 hari 1x
4. Temu lawak ditumbuk halus,lalu direbus sebentar dlm air mendidih, konsumsi suam-suam kuku, dosis 1 hari 1 x
5. Daun Pandan dan minyak asiri, daun pandan ditumbuk halus lalu campukan dengan minyak asiri ramuan berupa cem2man daun pandan, rekomendasi digunakan sehari 1x saat malam hari.

Semoga Bermanfaat 
by
Ing Li
 

Osteoporosis

2.1    Definisi
—-Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.
2.2 Epidemiologi
—-Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
—-Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.
2.3 Etiologi
—-Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.

—-Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.

—-Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
2.4 Faktor Resiko Osteoporosis
  1. Usia
    • Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
  2. Genetik
    • Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
    • Seks (wanita > pria)
    • Riwayat keluarga
  3. Lingkungan, dan lainnya
    • Defisiensi kalsium
    • Aktivitas fisik kurang
    • Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
    • Merokok, alkohol
    • Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
    • Hormonal dan penyakit kronik
      • Defisiensi estrogen, androgen
      • Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
      • Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
    • Sifat fisik tulang
      • Densitas (massa)
      • Ukuran dan geometri
      • Mikroarsitektur
      • Komposisi
—-Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
  1. Penurunan respons protektif
    • Kelainan neuromuskular
    • Gangguan penglihatan
    • Gangguan keseimbangan
  2. Peningkatan fragilitas tulang
    • Densitas massa tulang rendah
    • Hiperparatiroidisme
  3. Gangguan penyediaan energi
    • Malabsorpsi
2.5 Klasifikasi Osteoporosis
—-Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
  • Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
  • Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
  • Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.
2.6 Patogenesis
—-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks

Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
—-Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.

—-Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.

Patogenesis Osteoporosis primer
—-Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
—-Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.

Patogenesis Osteoporosis Sekunder
—-Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.

—-Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.

—-Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
2.7 Gambaran Klinis
—-Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
—-Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
  • Patah tulang akibat trauma yang ringan.
  • Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
  • Gangguan otot (kaku dan lemah)
  • Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
2.8 Diagnosis
—-Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
–          Tinggi badan yang makin menurun.
–          Obat-obatan yang diminum.
–          Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
–          Jumlah kehamilan dan menyusui.
–          Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
–          Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
–          Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
–          Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
—-Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologis
—-Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
  1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
  2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
  3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
  4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
2.9 Penatalaksanaan
—-Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
—-Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
—-Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang yang menyebabkan kerapuhan tulang.
  2. Faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur
  3. Penyusutan kepadatan tulang mulai terjadi berangsur-angsur sejak perempuan berusia 30-40 tahun dan osteoporosis mulai dapat dijumpai kurang lebih 5-10 tahun setelah menopaouse.
  4. Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan dan terapi obat-obatan
Saran
  1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk meringankan penyakit
  2. Penatalaksanaan yang efektif dan efiisien pada penderita untuk mendapatkan hasil yang baik dan mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.
  2. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.

LEPTOSPIROSIS


A. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh suatu mikrorganisme Leptopsiro interogans. Penyakit ini memiliki manifestasi klinik dari bentuk yang ringan dengan gejala sakit kepala dan mialigia seperti influenza hingga bentuk berat dengan gejala ikterus, disfungsi ginjal dan diathesis hemorrhagic. Penyakit ini pertama kali ditemukan ole Weil pada tahun 1886, oleh karena itu, bentuk berat penyakit ini dikenal dengan Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, dan sebagainya. 1,2,3

B. Etiologi
Leptospira disebabkan oleh genus leptospira, family leptospiraceae yang merupakan suatu mikroorganisme spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah bergelung, tipis, motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus lebarnya 0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak membentuk suatu kait, memiliki dua buah periplasmic flagella yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta ini begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat dilihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapang gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh. Dengan medium flethcer’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat anaerob.1,2

Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu L.interogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250 serovar. Beberapa serogroup yang penting adalah icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis, grippotyphosa, hyos, dan sejroe. 2,3

C. Epidemiologi
Leptospirosis tersebar hampur diseluruh benua kecuali benua Amerika, namun penyebaran paling banyak terdapat di daerah tropis. Leptospirosis bisa terdapat dalam binatang piaraan seperti anjing, babi, kuda, lembu, kucing. Dalam tubuh binatang tersebut, Leptospirosis hidup dalam ginjal atau air kencingnya. Tikus merupakan vector utama dari Leptospira icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak didalam epitel tubulus ginjal tikus dan terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperature adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptopsira. Sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.1

Leptospira mengenai paling banyak mamalia seperti landak, tikus, kelinci, tupai, musang dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan pejamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Beberapa reservoir berhubungan dengan binatang tertentu seperti L. icterohaemoragiae dengan tikus, L. hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing dan L. pomona dengan babi. 1,2

Di Indonesia Leptospira ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Salah satu kendala dalam penanganan leptospira adalah kesulitan dalam melakukan diagnostic awal. Diagnostic pasti dengan ditegakkan dengan ditemukannya leptospira dalam urin atau hasil serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, dimana lokasi ini ditemukan didaerah tropis.1,

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka pada kulit ataupun selaput lender. Air genangan dapat memanikan peranan dalam proses penularan penyakit. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira. Transmisi dari manusia ke manusia paling jarang terjadi. Orang-orang yang memiliki faktor resiko penularan leptospira adalah pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, dokter hewan. 2

D. Patofisiologi
Leptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan membrane mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran darah dan berkembang khususnya pada konjungtiva dan batas oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon imun seluler dan humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan sampai ke tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak di ginjal. Leptospira dapat mencapai ke pembuluh darah dan jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah dan LCS pada hari ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat merusak pembuluh darah yang dapat menyebabkan vasculitis dengan terjadi kebocoran dan ekstravasasi darah sehingga terjadi perdarahan. Setelah terjadi proses imun leptospira dapat lenyap dari darah setelah terbentuk agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler. Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai berikut :1.2.3.4,5

Ginjal. Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi yang dapat terjadi tanpa disertai gangguan fungsi ginjal. Sedangkan jika terjadi gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut.

Hati. Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.

Jantung. Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal dan juga endokarditis.

Otot rangka. Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan oleh invasi langsung leptospira.

Mata. Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis anterior pada saat fase leptospiremia.

Pembuluh darah. Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh darah dapat terjadi vaskulitis dengan manifetasi perdarahan termasuk pada mukosa, organ-organ visceral dan perdarahan bawah kulit.

Susunan Saraf Pusat (SSP). Manifestasi masuknya bakteri ke dalam LCS adalah meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat masuk ke LCS. Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.

Weil Disease
Weil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan ikterus biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe continue. Serotype leptospira yang menyebabkan weil disease adalah serotype icterohaemorrhagica. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi vascular.1

E. GAMBARAN KLNINIS
Masa inkubasi 2-26 hari, dengan manifestasi klinis dibagi menjadi 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.1,2

Fase Leptopsiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan srebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di bagian frontal, rasa sakit yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai dengan nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesia kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual muntah disertai mencret, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran. Pada hari keempat dapat disertai dengan konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang dapat dijumpai hepatosplenomegali dan limfadenopati. Fase ini berlangsung selama 4-7 hari.1,2,5

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit menyeluruh diotot-otot leher terutama diotot bagian betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, pupura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifetasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjunctiva suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Pada sekitar 50% pasien dapat terjadi meningitis. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin. Gambaran perjalanan penyakit leptospirosis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.1,2,5

F. DIAGNOSIS
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala dan keluhan didapati demam muncul mendadak, sakit kepala bagian frontal, nyeri otot, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik didapati demam, bradikardia, nyeri tekan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin biasanya dijumpai leukositosis, pada pemeriksaan urin dijumpai protein urin, leukosituria. Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.1,4

Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. 1,4

Serologi
Pemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. 3,4

G. PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :1
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam
Ampisilin 1 gram/ 6 jam
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu

Sampai saat ini penisilin masih menjadi pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotic bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat timbul reaksi Jarisch-Herxheimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penaggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.1

H. PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun. Pada usia lanjut mencapai 30-40%.1

I. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospira khususnya didaerah tropis sangat sulit karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk tertular laptospirosis harus diberikan perlindungan khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.4

J. KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian bila terlambat dalam pengobatan. Diagnosa dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1,2,3,4,5
DAFTAR PUSTAKA
 
1. Anonim, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI. Jakarta. Hal 1845-1848.
2. Hauser, Kasper et al, 2005, Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 editions, Mc Graw Hill. New York. Page 988-990.
3. Kayser, et al, 2005, Medical Microbiology, thieme. Page 328-330.
4. Sandra, Gompf, 2008, Leptospirosis, last up date August, 11, 2008. Download from www.emedicine.com/leptospirosis.html.
5. Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillans and Control. WHO and International Leptospirosis Society 2003.