2.1 Definisi
—-Osteoporosis
adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan
massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan
risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.
–
2.2 Epidemiologi
—-Insiden
osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan
merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik
menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai
trauma yang jelas.
—-Penelitian
Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca
menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik
Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi
usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor
proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan
lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.
–
2.3 Etiologi
—-Ada
2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang
yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan
massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan
dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar
30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor
pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang
selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling
ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas
resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan
16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
—-Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation
(ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari
tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi
osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain
yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
—-Selain gangguan pada proses remodelling
tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap
memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan
homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus
melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin,
kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain
yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin
C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah).
Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan
ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi
tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien
tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur.
Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin,
karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40%
dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
–
2.4 Faktor Resiko Osteoporosis
- Usia
- Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
- Genetik
- Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
- Seks (wanita > pria)
- Riwayat keluarga
- Lingkungan, dan lainnya
- Defisiensi kalsium
- Aktivitas fisik kurang
- Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
- Merokok, alkohol
- Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
- Hormonal dan penyakit kronik
- Defisiensi estrogen, androgen
- Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
- Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
- Sifat fisik tulang
- Densitas (massa)
- Ukuran dan geometri
- Mikroarsitektur
- Komposisi
—-Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
- Penurunan respons protektif
- Kelainan neuromuskular
- Gangguan penglihatan
- Gangguan keseimbangan
- Peningkatan fragilitas tulang
- Densitas massa tulang rendah
- Hiperparatiroidisme
- Gangguan penyediaan energi
–
2.5 Klasifikasi Osteoporosis
—-Dalam
terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi
osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
Osteoporosis primer berhubungan dengan
kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di
tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan
Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering
terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata
53-57 tahun.
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
Osteoporosis idiopatik terjadi pada
laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor
etiologik yang tidak diketahui.
–
2.6 Patogenesis
—-Pembentukan
ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis,
massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang
pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak
terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
—-Kerangka
tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi
organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari
kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti
Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang
(2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%)
terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti
osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
—-Tanpa
matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi
tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan
makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam
proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut
kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik
sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan
diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal
dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata
lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti
fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
—-Setelah
menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade
awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur
vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan
sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
—-Untuk
mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan
semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma,
meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
—-Selama
hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42%
dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana
resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau
menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan
mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
—-Defisiensi
kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,
malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K
juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan
karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar
estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang
yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya
usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
—-Faktor
lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol,
obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan
penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
–
2.7 Gambaran Klinis
—-Osteoporosis
dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena
osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur
osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda
klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan
tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari
fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada
tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama
pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering
menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat
walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur.
Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara,
tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri
akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
—-Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
- Patah tulang akibat trauma yang ringan.
- Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
- Gangguan otot (kaku dan lemah)
- Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
2.8 Diagnosis
—-Diagnosis
osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa
nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut.
Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri
di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat
defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai
baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti :
– Tinggi badan yang makin menurun.
– Obat-obatan yang diminum.
– Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
– Jumlah kehamilan dan menyusui.
– Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
– Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
– Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
– Apakah sering merokok, minum alkohol?
–
Pemeriksaan Fisik
—-Tinggi
badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.
Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang,
nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis
dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
–
Pemeriksaan Radiologis
—-Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
–
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan
kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan
Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
- Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
- Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
- Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
- Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
–
2.9 Penatalaksanaan
—-Terapi
pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan
yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang.
Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam
pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra
violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang
merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika,
sedatif, kortikosteroid.
—-Selain
pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang
dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti
(estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,
bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
—-Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
–
BAB III
PENUTUP
–
Kesimpulan
- Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang yang menyebabkan kerapuhan tulang.
- Faktor resiko
osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen
yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang
tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur
- Penyusutan kepadatan
tulang mulai terjadi berangsur-angsur sejak perempuan berusia 30-40
tahun dan osteoporosis mulai dapat dijumpai kurang lebih 5-10 tahun
setelah menopaouse.
- Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan dan terapi obat-obatan
Saran
- Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk meringankan penyakit
- Penatalaksanaan yang efektif dan efiisien pada penderita untuk mendapatkan hasil yang baik dan mencegah kekambuhan.
–
DAFTAR PUSTAKA
- Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.
- Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.