Sabtu, 28 November 2015

LEPTOSPIROSIS


A. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh suatu mikrorganisme Leptopsiro interogans. Penyakit ini memiliki manifestasi klinik dari bentuk yang ringan dengan gejala sakit kepala dan mialigia seperti influenza hingga bentuk berat dengan gejala ikterus, disfungsi ginjal dan diathesis hemorrhagic. Penyakit ini pertama kali ditemukan ole Weil pada tahun 1886, oleh karena itu, bentuk berat penyakit ini dikenal dengan Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, dan sebagainya. 1,2,3

B. Etiologi
Leptospira disebabkan oleh genus leptospira, family leptospiraceae yang merupakan suatu mikroorganisme spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah bergelung, tipis, motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus lebarnya 0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak membentuk suatu kait, memiliki dua buah periplasmic flagella yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta ini begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat dilihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapang gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh. Dengan medium flethcer’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat anaerob.1,2

Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu L.interogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250 serovar. Beberapa serogroup yang penting adalah icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis, grippotyphosa, hyos, dan sejroe. 2,3

C. Epidemiologi
Leptospirosis tersebar hampur diseluruh benua kecuali benua Amerika, namun penyebaran paling banyak terdapat di daerah tropis. Leptospirosis bisa terdapat dalam binatang piaraan seperti anjing, babi, kuda, lembu, kucing. Dalam tubuh binatang tersebut, Leptospirosis hidup dalam ginjal atau air kencingnya. Tikus merupakan vector utama dari Leptospira icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak didalam epitel tubulus ginjal tikus dan terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperature adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptopsira. Sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.1

Leptospira mengenai paling banyak mamalia seperti landak, tikus, kelinci, tupai, musang dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan pejamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Beberapa reservoir berhubungan dengan binatang tertentu seperti L. icterohaemoragiae dengan tikus, L. hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing dan L. pomona dengan babi. 1,2

Di Indonesia Leptospira ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Salah satu kendala dalam penanganan leptospira adalah kesulitan dalam melakukan diagnostic awal. Diagnostic pasti dengan ditegakkan dengan ditemukannya leptospira dalam urin atau hasil serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, dimana lokasi ini ditemukan didaerah tropis.1,

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka pada kulit ataupun selaput lender. Air genangan dapat memanikan peranan dalam proses penularan penyakit. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira. Transmisi dari manusia ke manusia paling jarang terjadi. Orang-orang yang memiliki faktor resiko penularan leptospira adalah pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, dokter hewan. 2

D. Patofisiologi
Leptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan membrane mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran darah dan berkembang khususnya pada konjungtiva dan batas oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon imun seluler dan humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan sampai ke tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak di ginjal. Leptospira dapat mencapai ke pembuluh darah dan jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah dan LCS pada hari ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat merusak pembuluh darah yang dapat menyebabkan vasculitis dengan terjadi kebocoran dan ekstravasasi darah sehingga terjadi perdarahan. Setelah terjadi proses imun leptospira dapat lenyap dari darah setelah terbentuk agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler. Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai berikut :1.2.3.4,5

Ginjal. Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi yang dapat terjadi tanpa disertai gangguan fungsi ginjal. Sedangkan jika terjadi gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut.

Hati. Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.

Jantung. Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal dan juga endokarditis.

Otot rangka. Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan oleh invasi langsung leptospira.

Mata. Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis anterior pada saat fase leptospiremia.

Pembuluh darah. Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh darah dapat terjadi vaskulitis dengan manifetasi perdarahan termasuk pada mukosa, organ-organ visceral dan perdarahan bawah kulit.

Susunan Saraf Pusat (SSP). Manifestasi masuknya bakteri ke dalam LCS adalah meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat masuk ke LCS. Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.

Weil Disease
Weil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan ikterus biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe continue. Serotype leptospira yang menyebabkan weil disease adalah serotype icterohaemorrhagica. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi vascular.1

E. GAMBARAN KLNINIS
Masa inkubasi 2-26 hari, dengan manifestasi klinis dibagi menjadi 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.1,2

Fase Leptopsiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan srebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di bagian frontal, rasa sakit yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai dengan nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesia kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual muntah disertai mencret, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran. Pada hari keempat dapat disertai dengan konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang dapat dijumpai hepatosplenomegali dan limfadenopati. Fase ini berlangsung selama 4-7 hari.1,2,5

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit menyeluruh diotot-otot leher terutama diotot bagian betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, pupura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifetasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjunctiva suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Pada sekitar 50% pasien dapat terjadi meningitis. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin. Gambaran perjalanan penyakit leptospirosis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.1,2,5

F. DIAGNOSIS
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala dan keluhan didapati demam muncul mendadak, sakit kepala bagian frontal, nyeri otot, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik didapati demam, bradikardia, nyeri tekan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin biasanya dijumpai leukositosis, pada pemeriksaan urin dijumpai protein urin, leukosituria. Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.1,4

Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. 1,4

Serologi
Pemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. 3,4

G. PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :1
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam
Ampisilin 1 gram/ 6 jam
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu

Sampai saat ini penisilin masih menjadi pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotic bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat timbul reaksi Jarisch-Herxheimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penaggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.1

H. PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun. Pada usia lanjut mencapai 30-40%.1

I. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospira khususnya didaerah tropis sangat sulit karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk tertular laptospirosis harus diberikan perlindungan khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.4

J. KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian bila terlambat dalam pengobatan. Diagnosa dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1,2,3,4,5
DAFTAR PUSTAKA
 
1. Anonim, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI. Jakarta. Hal 1845-1848.
2. Hauser, Kasper et al, 2005, Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 editions, Mc Graw Hill. New York. Page 988-990.
3. Kayser, et al, 2005, Medical Microbiology, thieme. Page 328-330.
4. Sandra, Gompf, 2008, Leptospirosis, last up date August, 11, 2008. Download from www.emedicine.com/leptospirosis.html.
5. Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillans and Control. WHO and International Leptospirosis Society 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).