Jumat, 20 September 2013

Penyakit Hepatitis

Problem penyakit hati sangat besar, 1 dari 10 masyarakat Indonesia terserang hepatitis B. Kurang lebih 20 juta masyarakat Indonesia menderita hepatitis, 15 juta diantaranya menderita hepatitis B dan 5 juta hepatitis C. Sayangnya, tingginya angka ini tidak diikuti dengan kesadaran dari masyarakat. Bahkan sebelumnya pemerintah pun juga tidak banyak menaruh perhatian. Hepatitis B seperti fenomena gunung es yang hanya nampak sebagian kecil saja, yaitu hanya sekitar 30%. Sementara menurut catatan Kementrian Kesehatan sekitar 5-10 %. Sedangkan sisanya 70% tidak terjamah atau terdeteksi oleh tenaga kesehatan.


Hepatitis B dan C bila dibiarkan akan menjadi cikal bakal kanker hati. Dan pengobatannya hanya bisa dilakukan dengan transplantasi. Penyait hepatitis bukanlah penyakit yang baru. Tapi karena banyaknya penyakit lain, hepatitis seolah-olah ter-masking atau tertutup dari perhatian pemerintah ataupun head provider.

Hepatitis adalah penyakit yang tidak memberikan gejala dan keluhan pada penderitannya. Oleh sebab itu disebut sillent killer. Liver adalah organ yang kuat dan tidak “cengeng” berbeda dengan flu yang menimbulkan gejala begitu virus masuk. Sementara hepatitis tidak sama saat virus masuk, tubuh tidak memberikan rekasi sampai 15-20 tahun kemudian. Hanya saja, saat pergi ke dokter telah terjadi sirosis pada liver. Bentuknya sudah berenjolan dan bahkan sudah mencapai kanker hati. Hanya orang yang ‘ringkih”yang akan ccepat terdeteksi adanya virus hepatitis.

Angka penyebaran virus hepatitis di Indonesia yaitu berkisar 3-15%. Slain itu, tingginya angka penyebaran virus hepatitis juga berkaitan degan kondisi kebersihan dan kepadatan penduduk yang mempermudah penularan. Mahalnya pengobatan masih menjadi kendala utama. Terutama pada kasus hepatitis B dan C. Untuk periksa darah saja sekitar 2 juta. Apalagi pengobatan hepatitis. Pada hepatitis C, harga obatnya sangat mahal, bisa sampai ratusan juta. Untuk satu suntikan yang tiap 9 juta.

Sebetulnya kalau mengenai pelayanan untuk diagnosisi Indonesia tidak terlalu ketinggalan jauh dengan negara tetangga artinya, ilmu yang sedang dikembangkan di luar negeri saat ini juga sedang diikuti Indonesia. Terkecuali, beberapa teknis yang Indonesia sendiri tidak bisa misalnya transplantasi hati.  Namun bukan berarti kemampuan dokter Indonesia tidak mumpuni. Bahkan untuk kemampuan, dokter Indoensia terkenal sangat “prigel” dalam melakukan tindakan pengobatan. Namun, cangkok hati merupakan suatu tindakan atau prosedur yang sangat sulit. Sehingga dibutuhkan keterampilan khusus dan persiapan yang sangat kompleks dalam melalukan transplantasi hati. Sementara biaya yang diberikan pemerintah memang sangat kecil.

Shofiyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).