Problem penyakit hati sangat besar, 1 dari 10 masyarakat Indonesia terserang hepatitis B. Kurang lebih 20 juta masyarakat Indonesia menderita hepatitis, 15 juta diantaranya menderita hepatitis B dan 5 juta hepatitis C.
Sayangnya, tingginya angka ini tidak diikuti dengan kesadaran dari
masyarakat. Bahkan sebelumnya pemerintah pun juga tidak banyak menaruh
perhatian. Hepatitis B seperti fenomena gunung es yang hanya nampak
sebagian kecil saja, yaitu hanya sekitar 30%. Sementara menurut catatan
Kementrian Kesehatan sekitar 5-10 %. Sedangkan sisanya 70% tidak
terjamah atau terdeteksi oleh tenaga kesehatan.
Hepatitis B dan C bila dibiarkan akan menjadi cikal bakal kanker
hati. Dan pengobatannya hanya bisa dilakukan dengan transplantasi.
Penyait hepatitis bukanlah penyakit yang baru. Tapi karena banyaknya
penyakit lain, hepatitis seolah-olah ter-masking atau tertutup dari
perhatian pemerintah ataupun head provider.
Hepatitis
adalah penyakit yang tidak memberikan gejala dan keluhan pada
penderitannya. Oleh sebab itu disebut sillent killer. Liver adalah organ
yang kuat dan tidak “cengeng” berbeda dengan flu yang menimbulkan
gejala begitu virus masuk. Sementara hepatitis tidak sama saat virus
masuk, tubuh tidak memberikan rekasi sampai 15-20 tahun kemudian. Hanya
saja, saat pergi ke dokter telah terjadi sirosis pada liver. Bentuknya
sudah berenjolan dan bahkan sudah mencapai kanker hati. Hanya orang yang
‘ringkih”yang akan ccepat terdeteksi adanya virus hepatitis.
Angka penyebaran
virus hepatitis di Indonesia yaitu berkisar 3-15%. Slain itu, tingginya
angka penyebaran virus hepatitis juga berkaitan degan kondisi kebersihan
dan kepadatan penduduk yang mempermudah penularan. Mahalnya pengobatan
masih menjadi kendala utama. Terutama pada kasus hepatitis B dan C.
Untuk periksa darah saja sekitar 2 juta. Apalagi pengobatan hepatitis.
Pada hepatitis C, harga obatnya sangat mahal, bisa sampai ratusan juta.
Untuk satu suntikan yang tiap 9 juta.
Sebetulnya kalau mengenai pelayanan untuk diagnosisi Indonesia tidak
terlalu ketinggalan jauh dengan negara tetangga artinya, ilmu yang
sedang dikembangkan di luar negeri saat ini juga sedang diikuti
Indonesia. Terkecuali, beberapa teknis yang Indonesia sendiri tidak bisa
misalnya transplantasi hati. Namun bukan berarti kemampuan dokter
Indonesia tidak mumpuni. Bahkan untuk kemampuan, dokter Indoensia
terkenal sangat “prigel” dalam melakukan tindakan pengobatan. Namun,
cangkok hati merupakan suatu tindakan atau prosedur yang sangat sulit.
Sehingga dibutuhkan keterampilan khusus dan persiapan yang sangat
kompleks dalam melalukan transplantasi hati. Sementara biaya yang
diberikan pemerintah memang sangat kecil.
Shofiyyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).